Media Sosial |
Materi Pendidikan - Kementerian Komunikasi dan
Informasi (Kominfo) melihat bahwa pengguna media sosial di Indonesia memiliki
kecenderungan untuk lebih menghargai konten negatif ketimbang yang positif.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi Samuel Abrijani Pangarepan, di kawasan Medan Merdeka, Jakarta, Sabtu (26/8). dia memberi kesimpulan setelah melihat lebih banyak orang-orang memberikan tanda suka atas konten negatif di Indonesia. Mereka bahkan tidak segan untuk membagikan konten itu.
Berdasarkan datanya, sepanjang 2017 penyebaran konten berbau negatif terbilang tinggi. Ia mencatat ada sekitar 5.000 ujaran kebencian, fitnah dan hoax sepanjang tahun ini. “Februari dan Maret turun, April turun, lalu Mei tiba-tiba muncul lagi tidak tahu ada apa, habis itu turun lagi. Kemarin kami lihat ada kenaikan juga,” ia menyebutkan.
Setiap hari ia bisa memblokir minimal satu situs yang menyebarkan ujaran kebencian maupun konten negatif. Dominasi konten yang diblokir itu adalah soal pornografi. Konten ke-2 terbanyak adalah hoax/kebohongan dan ujaran kebencian, lalu judi dan penipuan, serta radikalisme.
Pemblokiran itu tidak serta-merta dilakukan. Ia biasanya mendapat laporan, dikonsultasikan lalu ada patroli siber. Tercatat, sampai Juli 2017, hampir 6.000 situs dan akun diblokir.
Samuel menegaskan, untuk menanggulangi banyaknya sebaran ujaran kebencian semacam itu, kebiasan mengapresiasi konten negatif harus segera diubah. “Harus dibalik, konten positif yang harus di-sukai dan di-share. Jadi diambil alih lagi, banyakin konten positif.” Menurut Koordinator Kebijakan Bersosmed Enda Nasution itu masih mungkin dilakukan. Sebab, secara persentase baru 50 persen penduduk Indonesia yang menggunakan media sosial.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi Samuel Abrijani Pangarepan, di kawasan Medan Merdeka, Jakarta, Sabtu (26/8). dia memberi kesimpulan setelah melihat lebih banyak orang-orang memberikan tanda suka atas konten negatif di Indonesia. Mereka bahkan tidak segan untuk membagikan konten itu.
Berdasarkan datanya, sepanjang 2017 penyebaran konten berbau negatif terbilang tinggi. Ia mencatat ada sekitar 5.000 ujaran kebencian, fitnah dan hoax sepanjang tahun ini. “Februari dan Maret turun, April turun, lalu Mei tiba-tiba muncul lagi tidak tahu ada apa, habis itu turun lagi. Kemarin kami lihat ada kenaikan juga,” ia menyebutkan.
Setiap hari ia bisa memblokir minimal satu situs yang menyebarkan ujaran kebencian maupun konten negatif. Dominasi konten yang diblokir itu adalah soal pornografi. Konten ke-2 terbanyak adalah hoax/kebohongan dan ujaran kebencian, lalu judi dan penipuan, serta radikalisme.
Pemblokiran itu tidak serta-merta dilakukan. Ia biasanya mendapat laporan, dikonsultasikan lalu ada patroli siber. Tercatat, sampai Juli 2017, hampir 6.000 situs dan akun diblokir.
Samuel menegaskan, untuk menanggulangi banyaknya sebaran ujaran kebencian semacam itu, kebiasan mengapresiasi konten negatif harus segera diubah. “Harus dibalik, konten positif yang harus di-sukai dan di-share. Jadi diambil alih lagi, banyakin konten positif.” Menurut Koordinator Kebijakan Bersosmed Enda Nasution itu masih mungkin dilakukan. Sebab, secara persentase baru 50 persen penduduk Indonesia yang menggunakan media sosial.
No comments:
Post a Comment