Materi Pendidikan - Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) |
Pengertian
Model
Pembelajaran Auditory
Intellectually Repetition (AIR)
Model pembelajaran
AIR adalah model yang menekankan pada tiga aspek, yaitu Auditory, Intelectually dan Repetition. Auditory yaitu belajar dengan mendengar, Intelectually yaitu belajar dengan berpikir dan memecahkan masalah,
Repetition yaitu pengulangan agar belajar
lebih efektif. Huda (2014:289) menerangkan bahwa:
“Gaya pembelajaran Auditory, Intellectual,
Repetition (AIR) merupakan gaya pembelajaran yang mirip dengan model
pembelajran Somatic, Auditory, Visyalization, Intellectually (SAVI) dan
pembelajarn Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK). Perbedaanya hanya
terletak pada pengulangan (repetisi) yang bermakna pendalaman, perluasan, dan
pemantapan dengan cara pemberian tugas dan kuis”.
Model
pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dikatakan mirip dengan model
pembelajran Somatic, Auditory,
Visyalization, Intellectually (SAVI) dan pembelajarn Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK)
karena pada ketiga model pembelajaran ini memanfaatkan indra yang menjadi titik
pusat dalam menyerap pembelajaran hanya bedanya pada model pembelajaran Auditory
Intellectually Repetition (AIR) terdapat pengulangan (repetisi) yang bermakna
pendalaman, perluasan, dan pemantapan dengan cara pemberian tugas dan kuis.
Pembelajaran seperti
ini menganggap bahwa akan efektif apabila memperhatikan tiga hal tersebut. Auditory yang berarti bahwa indera
telinga digunakan dalam belajar dengan cara mendengarkan, menyimak, berbicara, persentasi,
argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intellectually berpikir yang berarti bahwa kemampuan berpikir perlu
dilatih melalui latihan bernalar, mencipta, memecahkan masalah, mengkonstruksi
dan menerapkan. Repetition yang
berarti pengulangan, agar pemahaman lebih mendalam dan lebih luas, siswa perlu
dilatih melalui pengerjaan soal, pemberiantugas atau kuis.
a.
Auditory
Belajar auditory sangat diajarkan terutama oleh
bangsa yunani kuno karena filsafat mereka adalah jika mau belajar lebih banyak
tentang apa saja, bicarakanlah tanpa henti. Shoimin (2014:29) mejelaskan bahwa:
“Belajar bermodel auditory, yaitu belajar
mengutamakan berbicara dan mendengarkan”, sedangkan menurut Suherman
(Shoimin, 2014:29) bahwa: “auditory
bermakna bahwa belajar haruslah melalui mendengarkan, menyimak, berbicara,
presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi”. Seorang siswa
yang sangat auditoris menurut huda (2014:288) dapat dicirikan sebagai berikut:
- Perhatiannya mudah terpecah.
- Berbicara dengan pola berirama.
- Belajar dengan cara mendengarkan.
- Berdialog secara internal dan eksternal.
Dalam KBM (kegiatan
belajar mengajar), sebagian besar proses interaksi siswa dengan siswa dilakukan
dengan komunikasi yang melibatkan indera telinga. Mendengar merupakan salah
satu aktivitas belajar, karena tidak mungkin informasi yang disampaikan secara
lisan oleh guru dapat diterima dengan baik oleh siswa jika tidak melibatkan
indera telinganya untuk mendengar. Guru diharapkan bisa memberikan bimbingan
pada siswa agar pemanfaatan indera telinga dalam KBM dapat berkembang secara
optimal sehinga interkoneksi antara telinga dan otak bisa dimanfaatkan secara
maksimal.
Wenger (Huda, 2014:290) menegaskan bahwa: “Kunci belajar terletak pada
artikulasi rinci. Ketika kita membaca sesuatu yang baru, kita harus menutup
mata dan kemudian mendeskripsikan dan mengucapkan apa yang telah dibaca tadi”.
gaya belajar auditory adalah gaya belajar yang mengakses segala jenis bunyi dan
kata, baik yang diciptakan maupun diingat karena siswa yang auditoris lebih
mudah belajar dengan cara berdiskusi dengan orang lain maka guru sebaiknya
melakukan hal – hal berikut :
- Melaksanakan diskusi kelas atau debat.
- Meminta siswa untuk presentasi.
- Meminta siswa untuk membaca dengan keras
- Meminta siswa untuk mendiskusikan ide mereka secara verbal.
- Melaksanakan belajar kelompok
b.
Intellectually
Intellectually berarti belajar
dengan berpikir untuk menyelesaikann masalah. Kemampuan berpikir perlu dilatih
melalui latihan bernalar, mencipta, memecahkan masalah, mengkonstruksi dan
menerapkan. Meier (2002:99) mengemukakan bahwa:
“Aspek dalam intelektual dalam belajar akan terlatih
jika siswa dilibatkan dalam aktivitas memecahkan masalah, menganalisa
pengalaman, mengerjakan perencanaan strategis, melukiskan gagasan kreatif dan
menyaring informasi, menemukan pertanyaan, menciptakan modal mental, menerapkan
gagasan baru, menciptakan makna pribadi dan meramalkan implikasi suatu gagasan
baru sehingga guru mampu merangsang, mengarahkan dan meningkatkan intensitas
proses berpikir siswa demi tercapainya kemampuan pemahaman yang maksimal dari
siswa”.
Menurut
Meier (Huda,
2014:290) bahwa:
“intelektual
bukanlah pendekatan tanpa emosi, rasionalistis, akademis, dan terkotak – kotak
‘intelektual’ menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka
secara internal ketika mereka mengunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu
pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman
tersebut”.
Intellectually menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pemikiran suatu
pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana, dan nilai dari pengalaman
tersebut. Intellectually juga bermakna belajar haruslah menggunakan
kemampuan berpikir (mind-on), haruslah dengan konsentrasi pikiran dan
berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi,
menemukan, menciptakan mengonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
Jadi, intektualitas adalah sarana penciptaan makna, saran yang
digunakan manusia untuk berpikir, menyatukan gagasan, dan menciptakan jaringan
saraf. Proses ini tentu tidak berjalan dengan sendirinya, ia dibantu oleh
faktor mental, fisik, emosional dan intuitif. Inilah sarana yang digunakan
pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi
pemahaman, dan pemahaman menjadi kearifan. Untuk itu seorang guru, menurut
meier (Huda, 2014:291), haruslah
berusaha mengajak siswa terlibat dalam aktivitas-aktifitas intektual,
seperti:
1)
Memecahkan masalah
2)
Menganalisis pengalaman
3)
Mengerjakan perencanaan
strategi
4)
Melahirkan gagasan kreatif
5)
Mencari dan menyaring
informasi
6)
Merumuskan pertanyaan
7)
Menciptakan model mental
8)
Menerapkan gagasan baru pada
perkerjaan
9)
Menciptakan makna pribadi
10)
Meramalkan imlikasi suatu
gagasan
Aktifitas-aktifitas
tersebut merupakan aktifitas siswa dalam pembelajaran dan peran guru sebagai
pembimbing siswa dalam proses intelektualnya.
c.
Repetition
Repetisi bermakna pengulangan dalam
pemnbelajaran. Menurut Suherman (Shoimin, 2014:28) bahwa: “repetition merupakan
pengulangan dengan tujuan meperdalam dan memperluas pemahaman siswa yang perlu
dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas, dan kuis”. Pengulangan tidak berarti dilakukan dengan
bentuk pertanyaan atau informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi
yang dimodifikasi. Dalam memberi pengulangan, agar pemahaman siswa lebih
mendalam dan lebih luas guru dapat memberikan soal, tugas atau kuis. Dengan
diberikan soal dan tugas, siswa akan terbiasa menyelesaikan persoalan-persoalan
TIK sedangkan dengan pemberian kuis siswa akan senantiasa siap dalam menghadapi
tes ujian
Jika guru menjelaskan suatu unit pelajaran, siswa
harus mengulangnya dalam beberapa kali kesempatan. Ingatan siswa tidak selalu
stabil. siswa tak jarang mudah lupa. Untuk itulah, guru perlu membantu mereka
dengan mengulangi pelajaran yang sedang atau sudah dijelaskan. Pelajaran yang
diulang akan memberi tanggapan yang jelas dan tidak mudah dilupakan, sehingga
siswa bisa dengan mudah memecahkan masalah. Ulangan semacam ini bisa diberikan
secara teratur, pada waktu-waktu tertentu, atau tiap unit diberikan, maupun
secara insidental jika dianggap perlu (Slamer, 2003).
Proses
mempertahankan informasi ini dapat dilakukan dengan adanya kegiatan pengulangan
informasi yang masuk dalam otak. Dengan adanya latihan dan pengulangan akan membantu dalam proses
mengingat, karena semakin lama informasi
tersebut tinggal dalam memori jangka pendek, maka akan semakin besar kesempatan memori tersebut ditransfer ke
memori jangka panjang.
Model pembelajaran Auditory
Intellectually Repetition (AIR) menganggap
bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga gaya belajar
tersebut, dengan kata lain manfaatkanlah potensi siswa yang telah dimilikinya
dengan melatih dan mengembangkannya. Model AIR
ini bertujuan menjadikan pembelajar nyaman, sehingga terwujudlah tujuan
pembelajaran diinginkan yaitu pembelajaran yang efektif dan efesien sehingga
hasil belajar siswa meningkat.
Jadi dapat disimpulkan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition
(AIR) adalah model pembelajaran
yang mengkombinasikan ketiga gaya belajar (mendengar, berfikir, dan mengulang
sebagai pendalaman) setiap individu dengan cara memanfaatkan potensi yang telah
dimiliki dengan melatih dan mengembangkannya, agar semua kebiasaan belajar
siswa terpenuhi.
Kelebihan
Dan Kelemahan Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR)
Model
pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition) adalah yang
menekankan pada kegiatan belajar siswa,
diman siswa secara
aktif membangun sendiri pengetahuannya secara
pribadi maupun kelompok memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan, menurut Shoimin (2014: 30) menerangkan kelebihan dan kekurangan Model pembelajaran
AIR, yakni sebagai berikut:
a.
Kelebihan Model
Pembelajaran AIR
- Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
- Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komrehensif.
- Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
- Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
- Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab peramasalahan.
b.
Kekurangan Model
Pembelajaran AIR
- Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. Upaya memperkecilnya guru harus mempunyai persiapan yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut.
- Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalamai kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
- Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
Dengan
adanya kelebihan dan kekurangan, menjadikan model Auditory Intellectually Repetition (AIR) yang dijadikan model pembelajaran dalam penelitian eksperimen
ini dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dapat disempurnakan
dengan memadukannya dengan media interaktif dan persiapan yang matang terkait
instrumen dan pelaksanaan penelitian
Penerapan
Model pembelajaran Auditory
Intellectually Repetition (AIR)
Menurut Suherman (2004:20), AIR adalah
singkatan dari Auditory, Intelectually and Repetition. Model pembelajaran AIR
adalah model yang menekankan pada tiga aspek, yaitu Auditory, Intelectually and
Repetition. Auditory yaitu belajar dengan mendengar, Intelectually yaitu
belajar dengan berpikir dan memecahkan masalah, Repetition yaitu pengulangan
agar melajar lebih efektif. Langkah-langkah pembelajaran AIR menurut Shoimin (2014:30)
yaitu
- Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 4-5 anggota.
- Siswa mendengaran dan memperhatikan penjelasan dari guru.
- Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari dan menuliskan hasil diskusi tersebut dan selajutnya untuk dipresentasikan di depan kelas (auditory),
- Saat diskusi berlangsung, siswa mendapat soal atau permasalahan yang berkaitan dengan materi.
- Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi serta dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah (intellectual),
- Setelah selesei berdiskusi, siswa mendapat pengulangan materi dengan cara mendapatkan tugas atau kuis untuk tiap individu (repetition).
gak ada daftar pustakanya?
ReplyDelete